Tidak bisa dimungkiri jika skill atau kemampuan memang wajib dimiliki oleh setiap orang yang sedang mencari kerja, tetapi perlu dipahami bahwa perusahaan juga sangat mempertimbangkan attitude calon karyawan mereka selain melihat bakat dan skill mumpuni yang dimiliki.
Penelitian menunjukkan bahwa 80 persen kesuksesan didasarkan pada EQ, dibandingkan dengan 20 persen untuk IQ. Ini berarti bahwa bakat dan skill hanya menyumbang 20 persen dari kesuksesan kita.
Forum perekrut tenaga kerja, kolom pakar di media massa papan atas internasional, bahkan riset, belakangan makin sering membahas topik pilihan antara skill dan attitude dalam perekrutan pegawai baru. Kesimpulan yang didapat, mayoritas bersepakat, secara umum attitude harus ditempatkan di atas skill bagi calon pekerja. 
Hasil riset yang digelar di Inggris pada 2010, misalnya, mendapati 96 persen perekrut mengedepankan attitude dibandingkan skill.
Berikut adalah tiga alasan mengapa perusahaan lebih memilih merekrut calon pekerja yang memiliki sikap, daripada hanya skill, di antaranya :

1. Lebih mudah melatih bakat daripada sikap.

Ketika orang memiliki sikap yang benar, mereka termotivasi dan mudah beradaptasi yang membuat mereka lebih terbuka untuk mempelajari keterampilan baru. Dengan sikap yang benar dan usaha yang cukup, sebagian besar keterampilan baru dapat dikuasai dengan cepat. Sedangkan memperbaiki sikap seringkali tentang mengubah perilaku yang selalu jauh lebih sulit untuk dilakukan, karena orang perlu ingin berubah dan tanpa sikap yang benar hal ini tidak mungkin terjadi.

2. Sikap dapat memengaruhi kinerja secara keseluruhan.

Ketika orang memiliki sikap yang salah, membuat mereka cocok dengan organisasi bisa seperti mencoba membenturkan pasak persegi melalui lubang bundar. Mereka hanya dapat berbenturan dengan budaya organisasi, mengganggu kerja tim, menyebabkan keresahan, dan memengaruhi kinerja secara keseluruhan.
Menurut survei Gallup tentang keterlibatan karyawan, hanya sekitar 30 persen staf yang terlibat, dengan 50 persen tidak terlibat dan 20 persen sisanya secara aktif tidak terlibat. Ini biasanya orang-orang dengan sikap terburuk, tidak hanya puas dengan tidak terlibat; mereka ingin meningkatkan pelepasan di antara staf lainnya.
Kita sering melihat ini dalam olahraga di mana pemain yang sangat terampil tidak cocok dengan rekan satu tim mereka, menyebabkan masalah dan ketidakpuasan. Akibatnya, mereka dilepaskan dan kinerja tim segera meningkat. Bahkan ada istilah untuk ini, \"penambahan demi pengurangan.\"

3. Sikap yang benar dapat mengatasi rintangan.

Kita semua pernah mendengar pepatah \"ketika keadaan menjadi sulit, yang sulit pergi.\" Nah jika itu tentang memiliki bakat yang tepat maka mengatakan akan menjadi \'ketika keadaan menjadi sulit, orang pintar maju\'. Tapi tidak.
Kita akan selalu menghadapi tantangan, masa-masa sulit, dan pada saat-saat inilah hal-hal seperti tekad, keuletan, dan ketangguhan muncul ke permukaan. Memiliki keterampilan yang tepat tetapi tidak memiliki keinginan untuk menggunakannya tidak akan membantu kita mengatasi tantangan dan mencapai kesuksesan.
Attitude di dunia kerja juga bisa diartikan sebagai keadaan mental dan kesiapan saraf yang disusun melalui pengalaman dan bisa memberikan pengaruh dinamis terhadap respon individu lainnya terhadap semua objek yang terkait dengannya.
Dengan kata lain, attitude di dunia kerja memiliki kaitannya dengan sikap dan perilaku seseorang terhadap orang lain.
Selain itu, attitude di dunia kerja juga bisa dilihat sebagai bentuk evaluasi yang menguntungkan atau tidak yang bertahan lama pada diri seseorang. Hal ini merupakan bagian dari perasaan emosional dan memiliki kecenderungan untuk bertindak terhadap beberapa objek atau ide.

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved