Perkembangan media sosial telah membawa perubahan besar bagi para pelaku bisnis. Di masa lalu, dampak pelanggaran etika bisnis hanya meluas ke lingkungan perusahaan. Namun di era digital ini, dampaknya bisa sangat luas, bahkanglobal.

Menurut Kementerian Komunikasi dan Informatika pada tahun 2015, pengguna aktif media sosial mencapai 79 juta. Di sinilah para pelaku usaha berinovasi untuk aktif berpromosi melalui media sosial dan dijadikan sebagai platform untuk meng-update produk-produk terbaru perusahaannya. Beberapa dari mereka sudah terkenal di media sosial berkat manajemen yang sangat baik.

Namun kenyataannya penggunaan media sosial untuk mengelola bisnis bukan tanpa kekurangan. Masih banyak pengguna yang gagal menjalankan bisnisnya secara etis. Efektivitas adalah kesan yang dibuat konsumen atau calon konsumen saat melihat atau mengevaluasi produk yang ditawarkan. Tak jarang beberapa pelaku bisnis menggunakan media sosial dengan tidak bijak tanpa memperhatikan beberapa etika berbisnis yang ada.

Berikut beberapa pelanggaran etika saat menjalankan bisnis di era digital.

1. mencuri ide bisnis

Salah satu kejahatan terbesar yang dilakukan pesaing adalah mencuri ide bisnis. Tentu saja, jika pemilik rahasia dagang menuntut praktik ini, risikonya akan sangat tinggi. Pelaku pencurian ide usaha dapat dijerat dengan Pasal 17 ayat (1) Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2000 tentang Rahasia Dagang.

“Setiap orang yang dengan sengaja dan tanpa hak memanfaatkan rahasia dagang orang lain atau melakukan perbuatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 atau Pasal 14 dipidana dengan pidana penjara paling lama dua tahun dan/atau paling banyak tiga ratus juta.

2. Penipuan

Esensi terpenting dalam bisnis dan perdagangan adalah integritas dalam bertransaksi. Dalam banyak kasus transaksi online, penjual tidak transparan kepada konsumen. Dalam hal ini, penjual tidak jujur tentang kondisi barang dan tidak memberikan konsumen semua hak atas barang yang dibeli. Hal ini memang sangat mengecewakan konsumen dan dapat mengakibatkan retur produk atau keluhan konsumen sehingga memengaruhi penilaian toko (jika toko online). .

3. Melakukan tag secara acak

Selain melakukan spamming dalam bentuk komentar,para pebisnis sering melakukan hal-hal seperti menandai prospek secara acak. Pemberian tag memungkinkan orang yang Anda tandai untuk melihat apa yang Anda jual. Namun alih-alih melakukan pembelian, mereka malah marah danterjadi sebaliknya, menghapus Anda dari daftar teman media sosial mereka. Anda tentu tidak ingin kehilangan lead karena promosi ini kan? Jika ingin postingan Anda dilihat oleh calon konsumen, cobalah Facebook ads, Instagram ads, atau cara laindibandingkan dengan cara ini.

4. Bom SMS (Pesan Singkat)

Pernahkah Anda mendapatkan suatu pesan singkat yang berisi penawaran akan suatu produk? Pastinya pernah, atau bahkan sering. 

Saat ini, metode pengiriman pesan singkat secara masal seringkali dilakukan oleh pelaku bisnis. Akan tetapi, apakah Anda pernah memperhatikan lebih dalam akan hasil yang didapat? Mengirimkan pesan singkat secara mengacak dalam suatu waktu mungkin dapat menjadi salah satu cara yang bisa dicoba, hanya saja pastikan pesan singkat tidak dikirim secara terus menerus karena dapat berpotensi kehilangan calon pelanggan yang merasa terganggu akibat pesan singkat yang dikirim. Jadi, pastikan untuk melakukan ini dengan timeline waktu yang baik.

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved