Ekonomi dan pendidikan menjadi dua aspek yang sangat vital bagi perkembangan suatu negara. Pembangunan ekonomi yang signifikan merupakan harapan yang digadang-gadang dalam mewujudkan kesejahteraan masyarakat. Untuk itu, setiap elemen negara bahu-membahu menciptakan iklim perekonomian yang baik, termasuk dengan mengerahkan sektor pendidikan. Hal ini selaras dengan pendapat Adam Smith, seorang ahli ekonomi yang menyatakan bahwa pembangunan ekonomi adalah proses perpaduan antara pertumbuhan penduduk dan kemajuan teknologi (Suryana 2002). Pembangunan sendiri merupakan proses perubahan yang mencakup seluruh sistem sosial, termasuk di dalamnya meliputi politik, ekonomi, infrastruktur, pertahanan, pendidikan, dan kebudayaan.

Pendidikan dan perekonomian adalah dua hal yang berkaitan erat. Merespon fakta tersebut, Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 9 Tahun 2016 mengenai Revitalisasi Kemitraan antara Lembaga Pendidikan Vokasi dan Dunia Usaha dan Dunia Industri (DUDI) menghendaki adanya sebuah wadah yang mampu menjembatani dan menyelaraskan kembali keinginan dan tujuan dunia industri dengan dunia pendidikan. Oleh karena itu, Direktorat Jenderal (Ditjen) Pendidikan Vokasi (Diksi) Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan menginisiasi pembentukan Forum Pengarah Vokasi (FPV) sebagai “Rumah Vokasi” yang akan duduk bersama mewujudkan terjadinya “link and match” yang berkesinambungan antara lembaga pendidikan dengan DUDI (Vokasi.kemdikbud.go.id., 2022).

Pembentukan Rumah Vokasi tersebut sebagai bentuk pentingnya pendidikan vokasi dalam rangka mewujudkan pembangunan ekonomi yang berkesinambungan. Pendidikan vokasi memiliki 2 (dua) pilar utama, yakni pendidikan dan pelatihan. Kedua hal itulah yang menjadikan pendidikan vokasi dinilai memiliki potensi yang besar dalam menyokong pembangunan ekonomi yang tengah digalakkan oleh Pemerintah Indonesia. Pendidikan vokasi menjadi berbeda dengan pendidikan akademik biasa, sebab adanya unsur pelatihan yang lebih besar dibandingkan teori dalam pendidikan vokasi. Pendidikan akademik non vokasi mengarahkan pelajar atau mahasiswa untuk belajar dengan bobot 60 persen teori dan 40 persen praktik. Sementara itu, pendidikan vokasi membekali pelajar atau mahasiswa dengan komposisi kurikulum 60 persen teori dan 40 persen praktik.

Direktur Pendidikan Tinggi Vokasi dan Profesi Ditjen Pendidikan Vokasi Kemdikbudristek Republik Indonesia, Beny Bandanajaja menyampaikan bahwa penyerapan lulusan vokasi di dunia industri terus merangkak naik, sekitar 80 hingga 90 persen lulusan vokasi berhasil diserap oleh industri kurang dari satu tahun. Hal tersebut juga sejalan dengan data dari Badan Pusat Statistik yang menyebutkan bahwa lulusan Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) mendominasi Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) menurut jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan pada Februari 2017 hingga Februari 2019. Dengan demikian, pembangunan kualitas SDM seyogyanya dilakukan melalui pengembangan vokasi.

Komposisi kurikulum vokasi mengarahkan pelajar dan mahasiswa vokasi agar siap bersaing di dunia industri yang sedang berkembang pesat. hingga tahun 2018, sebanyak 2.700 pelajar Sekolah Menengah Kejuruan (SMK) telah tercatat mengikuti program “link and match” dengan dunia industri. Selain itu, dilakukan pula revitalisasi 12 Politeknik dengan telah terus terjadinya peningkatan untuk sertifikasi kompetensi, retooling dosen, maupun sertifikasi dosen, pelatihan dan pemagangan. Adanya program tersebut memberikan manfaat tersendiri bagi para pelajar maupun mahasiswa vokasi di Indonesia, adapun manfaatnya antara lain:

1. Meningkatkan skills dan keterampilan

2. Meningkatkan fokus dan kemampuan terhadap materi yang diperoleh

3. Mempersiapkan SDM yang berdaya saing mumpuni

4. Memperoleh dan menjalin relasi yang lebih luas

5. Mempersiapkan diri untuk terjun ke dunia kerja

Adanya program link and match tersebut secara garis besar diharapkan mampu mempersiapkan pelajar maupun mahasiswa yang mudah terserap di dunia industri. Dengan demikian, Indonesia dapat mengurangi impor tenaga kerja dari luar negeri. Sebab, tingginya daya impor tenaga kerja di Indonesia memberikan dampak negatif yang paling terasa adalah menyempitnya lapangan pekerjaan di Indonesia. Hal tersebut akan membuat perkembangan ekonomi di Indonesia sulit beranjak dan menyebabkan penurunan tingkat kesejahteraan masyarakat. Dengan demikian, penggunaan tenaga kerja asing perlu dikurangi dalam rangka pendayagunaan tenaga kerja Indonesia secara optimal.

Pendayagunaan tenaga kerja dari dalam negeri secara optimal akan memberikan dampak baik terutama dalam faktor produksi. Produktifitas yang baik dari sebuah industri akan membawa perusahaan memiliki kualitas produk yang bertaraf tinggi. Oleh kerenanya, perusahaan dan tenaga kerja harus memiliki hubungan mutualisme yang saling menguntungkan, agar keberlangsungan produksi dapat terjamin. Di samping itu, adanya penyerapan tenaga kerja juga dapat mengurangi angka pengangguran yang sangat berdampak bagi perekonomian suatu negara. Maka, perusahaan seyogyanya dapat menyerap tenaga kerja dari dalam negeri agar dapat menyumbang pembangunan ekonomi nasional. 

Di tengah dinamika perkembangan dunia usaha yang luar biasa pesat, berbagai kegiatan yang diselenggarakan dalam rangka perwujudan program link and match memberikan kemampuan yang mumpuni bagi para pelajar maupun mahasiswa vokasi agar memiliki daya saing yang tinggi di dunia industri dan ranah pekerjaan. Maka dari itu, pendidikan vokasi menjadi kunci pembangunan nasional yang signifikan karena dapat menciptakan calon tenaga kerja yang berdaya saing tinggi.

 Copyright stekom.ac.id 2018 All Right Reserved